HEADLINE
---

Kajian Kebijakan Ujian Nasional (UN)

Kajian Kebijakan Ujian Nasional (UN)

EDUKASIBERITA.COM - Kajian Kebijakan Ujian Nasional (UN)

Indonesia telah berkomitmen bahwa pendidikan adalah hak dasar setiap warga negara yang dijamin oleh konstitusi. Negara memberikan jaminan kesempatan yang sama untuk belajar, tumbuh, dan mengembangkan diri sehingga setiap individu dapat mencapai kesejahteraan dirinya serta berpartisipasi secara produktif dan efektif dalam memajukan peradaban bangsa dan dunia. Indonesia mempertahankan hak pendidikan melalui UU No. 12 Tahun 2005 dengan meratifikasi International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights (ICESCR) yang berdasarkan prinsip Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) 1948.

Melalui komitmen tersebut, Indonesia terus mendorong penyediaan pendidikan berkualitas tinggi untuk setiap warga negaranya.

Pembukaan UUD 1945 menyebutkan secara eksplisit bahwa negara bertanggung jawab untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Sejalan dengan itu, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 (selanjutnya disingkat sebagai UU Sisdiknas) mengatur tujuan pendidikan nasional, yaitu untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Oleh karena itu, seluruh komponen dalam sistem pendidikan diharapkan dapat membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dan diselenggarakan sesuai dengan prinsip penyelenggaraan pendidikan, yaitu demokratis, berkeadilan serta tidak diskriminatif.

Untuk memastikan efektivitas sistem pendidikan mencapai tujuan tersebut, pengendalian dan evaluasi mutu pendidikan secara nasional perlu terus dilakukan.

Sejak awal periode kemerdekaan Indonesia, pemerintah menggunakan asesmen terstandar nasional untuk memantau efektivitas sistem pendidikan. Dan mulai tahun 2021, asesmen yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk mengevaluasi sistem pendidikan adalah Asesmen Nasional yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 17 Tahun 2021. Asesmen Nasional (AN) terfokus pada penilaian terhadap sistem pendukung pembelajaran anak Indonesia, sehingga tidak dapat digunakan untuk mengevaluasi kualitas hasil belajar setiap individu murid. Perubahan ini bukan karena pemerintah tidak menganggap penting evaluasi hasil belajar setiap individu murid. Sebaliknya, dalam peraturan tersebut pemerintah kembali fokus pada kewenangannya untuk memantau capaian standar nasional pendidikan secara menyeluruh, sementara evaluasi individu menjadi kewenangan guru dan sekolah yang lebih memahami potensi dan kebutuhan masing-masing murid. Karakteristik ini membedakan AN dengan sistem asesmen yang digunakan Indonesia sebelumnya, termasuk Ujian Nasional (UN).

Setelah tidak diberlakukannya UN, tidak ada lagi asesmen terstandar nasional yang wajib diikuti seluruh murid di Indonesia sebagai syarat untuk menyelesaikan suatu jenjang dan untuk memasuki jenjang pendidikan berikutnya.

Sebagaimana perubahan kebijakan publik pada umumnya, perubahan dari UN menjadi AN pun menimbulkan perdebatan yang berkepanjangan. Pada saat kajian ini disusun, AN telah diselenggarakan selama 4 tahun. Namun, sebagian masyarakat masih mengusulkan kembalinya UN sebagai alat ukur pemahaman individu murid tentang materi dalam beberapa mata pelajaran, sementara sebagian yang lain menentang kembalinya UN. Perdebatan tentang asesmen berstandar nasional bukanlah hal baru. Bahkan ketika Ujian Akhir Nasional (UAN) dan UN masih berlaku pun berbagai kelompok masyarakat telah mengajukan keberatannya atas kebijakan ini. Berikut ini adalah beberapa contoh pengajuan keberatan masyarakat terhadap UAN dan UN saat itu.

Tingginya tingkat stres akibat tekanan untuk meraih nilai baik yang berdampak pada kesehatan mental siswa menjadi salah satu argumen pendorong adanya protes terhadap UN yang mempengaruhi kelulusan dan akses ke jenjang selanjutnya (Maharani, 2015). Selain itu, asesmen berstandar nasional yang seperti itu juga dinilai mengambil peran guru untuk melakukan evaluasi terhadap peserta didiknya. Akibatnya, pada tahun 2003, seorang kuasa hukum warga masyarakat mengajukan gugatan hak uji materiil atas SK Mendiknas No. 153/U/2003 tentang Ujian Akhir Nasional (UAN) (Hukum Online, 2004).

Pada 17 April 2011, aktivis pendidikan dan organisasi pendidikan berkumpul di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW) untuk mengkritisi keputusan pemerintah yang tetap menjalankan UN.

Mereka menyatakan bahwa UN telah menghambat terwujudnya pendidikan yang berkualitas dan berkeadilan di Indonesia (Indonesia Corruption Watch, 2011). Sikap serupa ditunjukan oleh Tim Advokasi Korban Ujian Nasional (TeKUN) yang dengan tegas menuntut pemerintah untuk menolak hasil penyelenggaraan UN 2013 (LBH Jakarta, 2013). Tuntutan tersebut dilatarbelakangi atas ketidakpatuhan pemerintah atas hasil Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor: 2596 K/PDT/2008 jo2. Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor 377/PDT/2007/PT.DKI jo. 228/Pdt.G/2006/PN.JKT.PST yang menyatakan bahwa pemerintah telah lalai dalam memberikan pemenuhan dan perlindungan hak asasi manusia terhadap warga negara yang menjadi korban UN.

Putusan MA tersebut merupakan putusan dari gugatan TeKUN sebagai warga negara yang secara bersama-sama dalam satu kesatuan Citizen Law Suit3. Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat melalui Putusan 228/Pdt.G/2006/PN.JKT.PST memberikan perintah kepada pemerintah untuk meningkatkan kualitas dan akses pendidikan, sebelum mengeluarkan kebijakan pelaksanaan Ujian Nasional. Saat itu Pemerintah berupaya membatalkan hasil putusan (PN) sebagaimana dimaksud dengan melakukan banding kepada pengadilan tinggi, namun banding tersebut ditolak. Hingga akhirnya, Perintah yang diputuskan oleh PN Jakarta Pusat ditegaskan oleh MA, selaku lembaga peradilan tertinggi di Indonesia pada kekuasaan yudikatif dengan menolak kasasi4 (upaya pembatalan putusan pengadilan tinggi) yang diajukan pemerintah5.

Bab 1 ini akan membahas pelaksanaan UN dari perspektif regulasi, termasuk pembagian peran antara pemerintah sebagai penjaga mutu pendidikan dan peran guru sebagai evaluator hasil belajar peserta didik. Kajian ini berupaya untuk menjawab secara mendalam: apakah pelaksanaan UN selaras dengan peraturan perundang-undangan? Serta bagaimana implikasi dari UN terhadap peran dan otonomi guru yang juga diatur dalam peraturan perundang-undangan? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Bab 1 akan dibagi menjadi tiga bagian. Pertama, akan dijelaskan perkembangan kebijakan tentang asesmen berstandar nasional dari waktu ke waktu sejak awal kemerdekaan Republik Indonesia. Selanjutnya, akan disampaikan kerangka teori yang digunakan dalam analisis ini yang dilanjutkan dengan hasil analisis regulasi terhadap pelaksanaan UN.

Selengkapnya tentang Kajian Kebijakan Ujian Nasional (UN) bisa >>> DOWNLOAD DISINI <<<
Posting Komentar